Tenun Garut Dengan Sentuhan Desainer

Jelajah Garut

Pada hamparan Kebun Bunga, lokasi wisata di Garut.

Di sanalah para gadis model tinggi semampai berjalan melenggang di atas panggung peragaan busana.

Dalam acara digelar Rabu (27/6) sore cerah itu, perempuan-perempuan ini mengenakan gaun dari tenun cantik, secantik bunga-bunga sekitarnya.

Tengoklah sepotong gaun berwarna dasar kuning bermotifkan bunga berukuran besar berwarna merah.




Motif bunga juga ada pada gaun putih panjang bersiluet lurus memunculkan kesan feminin dan elegan.

Tenun bermotif bunga besar, dengan warna merah muda, juga terlihat pada desain berupa rok pendek mekar bagian bawahnya, dipadukan blus pendek brokat berwarna senada.

Muncul kesan genit dari busana ini.

Memunculkan gaya modern, tenun-tenun ini dipadukan material lain.

Selain brokat dan lace, dibuat menjadi rok, blus, blazer, dan lapisan bagian atas gaun, sebagai detail dibuat dari manik-manik dan bebatuan beraneka corak dan warna.

Untaian manik-manik ini ada juga, menjadi bagia salah satu gaun bagian punggung.

Warna-warna cerah, seperti kuning, biru, merah muda, hijau muda, juga terlihat pada tenun dibuat dalam satu warna dengan teknik dobby, ataupun dengan motif geometris.

Selain dipadukan material lain, variasi detail dibuat berbentuk lipit di bagian bawah gaun atau bahu dibuat menggelembung.

“Sentuhan modern”

Adalah Sebastian ”Seba” Gunawan memberi sentuhan modern pada tenun Garut, yang mencoba memunculkan ciri khasnya.

Perancang selama ini mendesain busana-busana indah berbahan kain impor itu, kali ini dituntut menerapkan idenya dalam kain tradisional.

Bersama Cita Tenun Indonesia (CTI), desainer tekstil Ae Kusna, dan desainer interior Agam Riyadi, Seba membantu para penenun di Garut mengembangkan tenun sutra yang belum memiliki karakter khas dan belum seterkenal batik Garut.

Salah satunya dalam hal motif.

Seperti dikatakan Amin Iskandar, pemilik Rumah Tenun Amin, para penenun di Garut, termasuk di tempatnya, umumnya membuatnya putihan.

Tenun sutra warna putih ini dibuat, memasok kebutuhan para pembatik.

Ketika pendampingan dilakukan, dibuatlah motif dan warna baru, di antaranya motif bunga sekar dan motif tempayan dengan warna-warna cerah.

”Memang bentuknya tak bisa begitu halus karena motif dalam tenun prinsipnya disusun dari bentuk kotak-kotak,” kata Seba.

Ide dari perancang juga pernah menggunakan tenun Jambi untuk sebuah acara mode di Jakarta ini, juga melahirkan kain dengan warna bergradasi.

Salah satu wujudnya terlihat pada gaun satu pundak dengan warna kuning muda bergradasi ke putih, lalu merah muda.

Selain busana, transformasi tenun sutra Garut juga diaplikasikan dalam produk interior, seperti tirai, taplak meja, dan sarung bantal karya Agam.

“Meningkatkan kesejahteraan”

Ketua CTI Okke Hatta Rajasa, yang mendampingi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu ketika meresmikan Kampung Tenun Panawuan, mengatakan, Garut sebenarnya pernah mengenal tenun ikat, tetapi punah.

Untuk itu, seperti pernah dilakukan di daerah lain, Bali, Baduy (Banten), Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tenggara, CTI membina para penenun di Garut.

”Ini langkah awal. Kami ingin agar penenun bisa menguasai lebih dulu dasar-dasar menenun dengan benar, lalu berkreasi membuat ciri khasnya. Ke depannya, silakan saja jika ada desainer lai tertarik untu bekerja sama,” tutur Okke.

Kolaborasi penenun dan perancang menjadi salah satu jalan memopulerkan tenun yang keberadaannya menyebar di Indonesia.

Sentuhan tangan desainer membuat tenun menjadi lebih indah, sekaligus (diharapkan) meningkatkan kesejahteraan penenun karena nilai jual meningkat, katanya.

Yulia Sapthiani/Kompas

0 comments:

Post a Comment

.

.